Si Jenius Cilik Ndeso

Lanjutan dari https://senimandesa.wordpress.com/2022/04/10/ingatan-masa-kecil/

“le wayae liren”

“injih, dolan riyen”

“muleh sekolah dubukai bukune terus turu, malah dolan, yowes ati ati”

teriakannya semakin tak terdengar dikejauhan sambil lalu. ya aku naik sepeda dan membawa beberapa tangkup klereng sebagai bekal main. ya masa itu banyak teman-teman seusiaku maupun lebih tua, suka bermain klereng, biasa tempatku disebut “cirak”. Siapa yang kalah pasti klerengnya habis, dan aku hampir dipastikan selalu menang. Mainan ini bukan hanya tentang keahlian, setidaknya itu menurutku, tetapi juga ada unsur “berjudi” belum tentu yang biasa menang akan terus menang, bisa karena suasana hati, dan banyak kondisi lain yang mempengaruhi. Kenapa aku jarang sekali kalah, karena aku selalu berhenti di putaran dimana perasaanku tida sedang baik, atau ketika aku mulai kehabisan klereng, ketika diputaran lain serasa yakin akan mendapatkan momentum maka aku akan ikut lagi, dan hal ini tidak dipermasalahkan oleh teman-teman, ya karena yang ikut banyak. Barisan Klereng bisa sampai 5 meter. Hasil klereng yang ku dapatkan kemudian aku jual lagi, ya kebetulan aku juga anak seorang pedagang, jadi kutitipkan di lapak orang tua, hasilnya lumayan bisa untuk tambahan uang jajan.

Waktu silih berganti, teman-teman yang awalnya ramai bermain klereng beralih ke mainan PS (Play Station). Pada masa itu main PS ini sedang booming, hingga banyak orang tua resah dan harus main kejar-kejaran dengan anaknya yang mbandel di tempat rental PS, bahkan banyak temen-temen bolos sekolah agar orang tua tidak tau. Eits, aku tidak pernah bolos sekolah, dan jelas aku tidak pernah ikut rental PS, karena menurutku itu membuat kita rugi. Ibarat uang jajan sekolah harus ku kumpulkan 10 hari hanya untuk 1 jam bermain PS. Lebih baik ku gandakan. Ya benar saja, di usia 14 tahun aku sudah coba untuk berfikir bisnis, yaitu ku beli 1 tabung gas 3kg, dan lagi-lagi ku jual di lapak orangtuaku. lumayan setiap seminggu sekali aku mendapatkan tambahan uang saku dari penjualan gas. Dari situ aku mulai hobi untuk berbisnis, hingga pernah ada yang bilang aku perhitungan dan entahlah apapun itu. Aku tidak pedulikan itu, hingga saat nya aku baru tau kalau bisnis itu ya bisnis dan harus perhitungan, kalau ingin memberi ya beda lagi berderma harus ikhlas dan tidak usah diperhitungkan.

Setelah masuk Madrasah Tsanawiyah, fix seperti cepat sekali berjalannya waktu, aku tidak lagi bermain-main,bukan karena aku tidak lagi mau bermain tetapi teman-teman sudah tidak lagi sering kujumpai bermain, hanya sekali-kali kita main bola bersama. Aku lebih banyak menghabiskan waktu dirumah, karena tidak ada kesibukan, aku lebih suka membaca koran bekas yang kebetulan selalu updte (ya meskipun di waktu yang lalu) karena lapak orang tua juga menjual koran bekas. Kegiatan membaca koran ini ternyata sangat berguna, misalnya ketika aku lulus Tsanawiyah dan harus Tes untuk masuk Madrasah Aliyah, pengetahuan umum dari koran ini sangat membantu, padahal pertanyaan yang dimunculkan dari tes itu tidak banyak yang ku dapati di sekolah. Semua yang terjadi serasa serba kebetulan. Hingga aku dianggap pintar, karena dari kebiasaan yang kujadikan hobi itu aku selalu mendapatkan pringkat 10 besar baik dari MI, MTS, dan MA. Ow iya aku ini anak madrasah, tapi tidak pernah mondok.

bersambung